https://kinganddukeatl.com

https://greenopportunities.org

https://www.bunzburgerz.com

https://www.depotbaltimore.com

Kh Miftachu Akhyar – Yayasan Pondok Pesantren Miftachussunnah
Menyimak Pengalaman Nyantri KH Miftachul Akhyar

Menyimak Pengalaman Nyantri KH Miftachul Akhyar

MSNews – KH Miftachul Akhyar merupakan sosok pimpinan tertinggi di jamiyah Nahdlatul Ulama. Kiai asal Surabaya ini menjabat sebagai Rais Aam PBNU masa khidmah 2022-2027 sebagaimana hasil dari Muktamar NU ke-34 yang diselenggarakan di Lampung pada 2021 lalu. Sebagai pimpinan tertinggi NU, tentunya banyak yang mencari profil kiai yang merupakan putra kedelapan dari tiga belas bersaudara dari KH Abdul Ghoni ini, terutama latar belakang atau pengalaman nyantri Kiai Miftah.

Menuntut ilmu di pondok pesantren atau nyantri menjadi pengalaman berharga bagi banyak orang. Termasuk bagi tokoh yang saat ini memimpin organisasi Nahdlatul Ulama, KH Miftachul Akhyar. Ulama asal Surabaya itu kini menjabat sebagai Rais Aam PBNU masa khidmah 2022-2027. Dalam video berjudul Pengalaman Menjadi Santri – Lebih Dekat KH Miftachul Akhyar yang diunggah di YouTube NU Online, Pengasuh Pesantren Miftachussunnah Surabaya ini menceritakan pengalaman nyantrinya.

Kiai Miftach menyebut, pendidikannya semasa kecil ada di lingkungan rumah, pernah sekolah di Sekolah Rakjat atau SR (kini SD) namun hanya sampai kelas 5 saja. “Sejak kecil saya pendidikannya ya di rumah, dulu ada sekolah SR, ikut pendidikan itu sampai kelas 5. Jadi kemungkinan usia-usia yang masih 8 tahun, lalu mondok,” kata Kiai Miftach.

Nyantri di Tambak Beras dan Sidogiri Kiai Miftach menyampaikan bahwa ia pernah nyantri di Tambak Beras Jombang. Namun durasinya tidak begitu lama. “Mondoknya ini pernah ke Tambak Beras, tapi sejak kecil,” ucap kiai yang pernah menjadi Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur masa khidmah 2007-2015 ini.

“Kira-kira tiga tahun di Tambak Beras, ya belum selesai, lalu pindah pada tahun 1967-1969 saya di Sidogiri, saya sampai kelas satu tsanawiyah. Jadi sempat ikut ujian MI-nya, ibtidaiyahnya, kan sana diakui ya,” tambahnya. ad Kiai Miftach melanjutkan ceritanya, ia pernah berhenti sejenak mondok selama satu tahun pada 1970-an. Kiai Miftah sampai kena marah abahnya.

“Setelah itu kira-kira tahun 1970-an, saya di rumah, istilahnya tidak mondok lah. Setelah satu tahun di pondok, abah marah terus karena saya sudah mutung, tidak mau mondok sampai-sampai saya tidak disapa selama satu tahun, tidak diperhatikan,” bebernya.

“Baru saya sedikit ada kesadaran, kalau begini terus saya bagaimana? Pergaulan hampir terpengaruh dengan anak-anak di Surabaya. Alhamdulillah akhirnya timbul kesadaran, saya mau mondok lagi, tapi saya meminta pondok yang tidak ada sekolahnya,” ungkap Kiai Miftach. Lanjut nyantri di Lasem Setelah timbul kesadaran dan memberikan persyaratan jika mondok kembali, akhirnya Kiai Miftach melanjutkan kembali perjalanannya nyantri dan Pesantren Al-Ishlah Lasem asuhan Syekh Masduqi.

“Akhirnya di Lasem itu, tahun 1971 saya mondok di lasem. Alhamdulillah sampai 3 tahun, tahun 1974 saya pulang,” ungkapnya. Rencananya, jelas Kiai Miftah, saat pulang itu dirinya hendak melanjutkan belajar di Makkah di tempat Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki, namun karena sakit rencana tersebut terpaksa kandas.

“Waktu pulang itu saya maunya ke Makkah, karena waktu itu Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki mau menerima pelajar atau santri dari Indonesia, tapi saya sakit selama satu tahun. Akhirnya tidak jadi ke Makkah,” jelasnya. “Di pertengahan sakit itu, keluarga dari Lasem datang ke Surabaya untuk menikahkan saya. Jadi saya nikah usia muda, kira-kira 21-22 tahun, tahun 1975 menikah, kira-kira sampai tahun 77 saya di Lasem, setelahnya saya bawa ke Surabaya,” tambahnya.

Menurut Kiai Miftach, alasan dirinya mondok di Lasem adalah karena petunjuk dari kakak iparnya. “Saya di Lasem di Kiai Masduqi, di Al-Ishlah, karena kebetulan kakak ipar saya sekurun dengan Kiai Mustofa Lekok, Kiai Dahlan Al-Hafidz Peneleh itu, mondoknya bersama jadi satu, ini yang memberi petunjuk saya untuk ke Lasem,” urainya.

“Bahkan saya diantar ke Lasem, jadi ke sana tidak diantar oleh abah karena masih marah, baru sekitar dua bulan abah baru nyambangi karena saya mau mondok lagi. Ya seperti itulah pengalaman, jadi tidak banyak,” imbuh Kiai Miftach.

Nyantri dengan Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki Sekitar tahun 1977-1978, keinginan Kiai Miftach untuk mengaji dengan Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki terwujud. Namun sedikit berbeda daripada keinginan awalnya, kali ini Kiai Miftach di Malang pada saat Sayyid Muhammad sedang ada di sana.

“Kira-kira tahun 1977-1978 itu kan Sayyid Muhammad ke Indonesia, beliau tinggal di Malang, saya dipanggil. Ada 15 pemuda dipanggil untuk ikut daurah, tiap Sabtu-Rabu, saya di Malang, nanti pulang, itu berjalan sampai 6-8 bulan. Itu daurah ula, tapi setelah itu tidak ada daurah lagi,” jelas Kiai Mitach. “Jadi pada saat itu ada Kiai Masbuchin, Kiai Muchith, Kiai Midkhal, dari Langitan ada, ada 15 dari luar Jawa. Dari Sarang ada Gus Najih tapi masih kecil dan datangnya menyusul,” imbuh dia. (nuonline)

KH Miftachul Akhyar : NU bukan Nunut Urip tapi Noto Urip

KH Miftachul Akhyar : NU bukan Nunut Urip tapi Noto Urip

MSnews – Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftahul Akhyar mengatakan bahwa NU adalah organisasi yang bertujuan untuk menata hidup bukan ikut hidup. Hal tersebut berupaya untuk mewujudkan kemaslahatan dunia secara keseluruhan “NU bukan nunut urip tapi noto urip (NU bukan ikut hidup tapi menata hidup),” kata Kiai Miftach dalam pembukaan Konferensi Besar NU 2024 di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Bantul, DI Yogyakarta, waktu lalu.

Kiai Miftach menganjurkan untuk mengikuti perintah organisasi NU yang dimulai dari komando garis perintah pimpinan paling tertinggi NU. “Oleh karena itu di beberapa tempat saya sampaikan, isma athi’u (dengarkan taatilah) karena itu sangat dipesankan Rasulillah saw. Jamiyyah yang Mardhiyyah (NU) ini organisasi terbesar sedunia bahkan terbesar dunia dan akhirat. Ini nikmat yang besar diberikan kesempatan ikut nata, disamping memperbaiki diri,” jelas Kiai Miftach.

Kiai Miftach mengungkapkan, untuk menata kehidupan warga NU dan masyarakat harus dapat menerjemahkan makna agama Islam secara benar ke seluruh penjuru dunia.

“Inilah NU ingin memerankan, ingin menjadi mutarjim (penerjemah) semampunya menerjemahkan dakwah islamiyah yang besar, dakwah yang merangkul tidak memukul, dakwah yang  membina tidak menghina, dakwah yang menyayangi tidak menyaingi dan dakwah yang simpatik,” tegasnya.

Kiai Miftach juga menyampaikan, untuk membangkitkan NU. Ia mengajak untuk adil dalam menilai seseorang, sehingga tidak boleh salah menilai sesuai dengan kemampuan masing-masing.

“Apa yang dianggap besar, punya nilai ya kita besarkan, mengagumkan apa yang memang agung dan mengecilkan apa yang hakikatnya kecil karena ulama adalah sosok yang mampu memberikan mereka yang punya hak. Memberikan hak mereka yang memang haknya,” ungkapnya.

“Ini sebetulnya makna versi (saya) dalam memaknai NU,” sambung Kiai Miftach. Tindakan tersebut, menurut Kiai Miftach sesuai dengan perintah agama Islam yang berkutat pada syariat yang diturunkan Allah kepada para hambanya.

“Karena agama kita sebagai agama yang terakhir, tentu lebih sempurna dari agama yang terakhir tentu lebih sempurna dari agama sebelumnya dan menyempurnakan dari kekurangan agama lain,” katanya. (nuonline)

 

KH Miftachul Akhyar Ajak NU dan Masyarakat Hindari Kegaduhan dan Kekacauan

KH Miftachul Akhyar Ajak NU dan Masyarakat Hindari Kegaduhan dan Kekacauan

 Jakarta – Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftahul Akhyar mengajak seluruh jajaran NU, Banom serta masyarakat luas untuk menghindari kekacauan, kegaduhan, dan taat pada pemimpin. Hal itu disampaikan Kiai Miftach saat memberikan sambutan pada Harlah ke-78 Muslimat NU di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, beberapa waktu lalau .

 “Saya minta kepada jajaran NU beserta banomnya, mari berikan ketaatan, itu keindahan NU. Bukan karena pimpinan ingin ditaati. Karena ketaatan adalah modal besar,” jelasnya.

Kiai Miftah menambahkan, dalam NU, yang berakidah Ahlussunah wal Jamaah, warga akan selalu menunjukkan sikap dan taat kepada pimpinan. Mendengarkan dengan sesungguhnya dan menaati apa yang sudah jadi keputusan pemimpin.  Pemimpin yang dimaksud di sini bisa bermakna pimpinan organisasi, pimpinan negara, ulil amri, meskipun Indonesia bukan negara berdasarkan agama. Secara darurat pemimpin negara adalah pemimpin yang harus ditaati.

 “Sehingga barang siapa yang menaati pemimpin dalam segala lapisan, maka Allah akan memuliakannya,” tegas tokoh asal Surabaya ini. Dikatakannya, apabila pemimpin sudah disepakati maka harus ditaati. Jika tidak sepakat dengan kebijakan atau keputusan maka jangan berkhianat.

 Hal tersebut untuk menjaga ketentraman, jangan sampai langkah dan ucapan karena tidak suka dengan pemimpin membuat gaduh di tengah masyarakat. Terjadi perpecahan di mana-mana dan menyebabkan kerusakan lebih besar.

Dalam pandangan Kiai Miftah, barang siapa menghinakan para pemimpin, menyebarkan kabar buruk tentang pemimpin yang bertujuan merusak nama baiknya, meremehkan pemimpin maka Allah akan membalasnya.  Dikarenakan, orang yang hobi menyebarkan kabar jelek, terhadap orang yang telah beriman kepada Allah. Maka akan mendapatkan siksa, sanksi di dunia dan akhirat. “Karena ciri karakter orang NU, menyimpan rasa saudaranya. Apalagi kabar tersebut tidak valid, tanpa tabayun, klarifikasi,” tandasnya. nuo

 

 

KH Miftachul Akhyar  Sebut Bonus Demografi Harus Diimbangi Kecerdasan Spiritual

KH Miftachul Akhyar  Sebut Bonus Demografi Harus Diimbangi Kecerdasan Spiritual

Jakarta – Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar mengingatkan tentang pentingnya menyiapkan generasi bangsa dengan kecerdasan spiritual guna menyambut datangnya bonus demografi, yaitu sebuah kondisi penduduk Indonesia yang akan didominasi oleh usia-usia produktif. “Kira-kira pada tahun 2030-2035, Indonesia akan mengalami yang disebut bonus demografi. Bahkan, ada yang mengatakan tahun 2025 saja sudah dimulai,” ungkap Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar waktu lalu. Continue reading →

KH Miftachul Akhyar Ajak Pengurus Mantapkan Spiritual untuk Berkiprah di Dunia

KH Miftachul Akhyar Ajak Pengurus Mantapkan Spiritual untuk Berkiprah di Dunia

Jakarta – Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar mengajak kepada seluruh pengurus PBNU untuk memantapkan diri dalam berkiprah di skala global.   “Makin berat Amanah yang kita tanggung. Karena kemarin kita masih menghadapi Indonesia, kita sudah lama dinantikan kiprah kita di dunia ini,” katanya saat memberikan taujihat (pengarahan) pada Pembukaan Rapat Pleno PBNU dan Kick Off di Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, waktu lalu.  

Dalam memperkuat semangat para pengurus, Kiai Miftach mengutip Al-Qur’an Surat Al-Anfal ayat 45-47. Ayat tersebut mewasiatkan penguatan spiritualitas atau ruhaniyah umat Islam.

“Beberapa ayat ini adalah sebuah tekanan agar kita memperkaya diri dengan kekuatan-kekuatan ruhaniyah kita. Bahkan di dalam surat ini, perbandingan antara kekuatan madiyah (material) yang begitu banyak ragamnya, kalau kita gambarkan di layar ini sampai Subuh, itu masih lima persen dari kekuatan ruhiyah spiritual kita,” ujarnya.  

Oleh karena itu, manakala berhadapan dengan kelompok tertentu, apalagi di kelompok dunia ini harus dihadapi. “Jangan melarikan diri, tetapi mantapkan diri, iringi dengan memperbanyak dzikrullah,” katanya.  

Pengasuh Pondok Pesantren Miftachussunnah Surabaya, Jawa Timur itu menegaskan bahwa hal tersebut merupakan kekuatan spiritual yang perlu dimiliki di saat mengharapkan suksesnya menyongsong satu abad.   Lebih lanjut, Kiai Miftach menyampaikan bahwa ayat tersebut juga memerintahkan untuk menaati aturan dan menghindari pertentangan sekecil apapun. “Karena ini akan mengakibatkan nama harummu akan turun, akan lemah, akan menjadikan lumpuhnya gerakan kalian dan menurunnya nama harum kalian,” katanya.

Setelah itu, pengurus PBNU juga harus bersabar dalam menggerakkan roda organisasi yang didirikan pada 16 Rajab 1344 H ini.  Mendukung ini, Kiai Miftach mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi, bahwa sabar dalam menjalankan tugas ini lebih baik daripada beribadah sendiri selama 40 tahun.   “Andaikan kalian bersabar di dalam mengemban amanah berdakwah, amanah untuk bagaimana kita bisa menjalankan tugas Nahdlatul Ulama menjadi sebuah organisasi terkemuka di dunia ini, sebagaimana lambang dari NU,” katanya.

  Sebagaimana diketahui, huruf dhad (ض) pada lambang NU melewati gambar bumi. Terlebih, NU saat ini punya tema besar, yakni merawat jagat membangun peradaban. “Dhadnya ini melampaui jagat. Kita punya tugas melampaui batas. Paling tidak mendhad-kan dunia. Ini tentu perlu kesabaran,” katanya.

Kesabaran dalam mengemban misi dakwah ini diteladankan langsung oleh Imam Ghazali dan Syekh Abdul Qadir. Keduanya ada kesamaan di dalam penyebaran dakwah, maka lahirlah seorang Panglima Shalahuddin Al-Ayyubi. “Kita temukan konsep-konsep melahirkan generasi andal, unggul, pemenang. Lahirlah panglima besar Salahuddin al-Ayyubi,” katanya. 

 Di samping itu, ada sosok Sultan Nuruddin yang saat itu Salahuddin menjadi panglimanya. “Ini dua figur yang hasil daripada berkelanjutannya konsep itu sehingga Baital Maqdis bisa diambil kembali. Itu karena kuat ruhiyah,” katanya.  

Berikutnya, Kiai Miftach menegaskan bahwa kekuatan fisik tanpa spiritual hanya akan menghalangi kebaikan-kebaikan di bumi.   Beberapa wasiat penguatan ruhiyah ini sebagai agenda utama yang harus dikerjakan oleh pengurus untuk diaktualisasikan sebagai program unggulan. nuo

Keutamaan Menempuh Pendidikan Pondok Pesantren Modern

Keutamaan Menempuh Pendidikan Pondok Pesantren Modern

Surabaya, MS2 – Berbicara tentang pendidikan di Indonesia tidak pernah terlepas dari pondok pesantren. Suatu lembaga pendidikan Islam yang berdiri sendiri di luar ranah lembaga pendidikan formal. Pondok Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam dengan sistem menginap atau asrama dengan seorang kyai sebagai tokoh pusatnya dan sebuah masjid sebagai titik pusat kegiatan pendidikan tersebut. Pondok pesantren merupakan tempat untuk melatih kemandirian seseorang. Adapun dalam mencari ilmu, pondok pesantren memberikan kebebasan tetapi juga menjaga santri dari kebablasan.

Dalam perkembangannya pondok pesantren terbagi menjadi dua, yaitu pondok pesantren salaf dan pondok pesantren modern. Beberapa contoh pondok pesantren salaf ialah pondok pesantren Sidogiri Pasuruan, pondok pesantren Langitan Tuban, pondok pesantren Lirboyo Kediri, dan beberapa pondok pesantren salaf lainnya di Rembang. Adapun beberapa contoh pondok modern ialah pondok pesantren Darussalam Gontor, pondok pesantren Darunnajah Jakarta Selatan, pondok pesantren Darul Ulum Jombang, dan beberapa Ponpes modern seperti pondok pesantren Miftachus Sunnah II Lakarsantri Surabaya.

Pondok pesantren salaf identik dengan pesantren tradisional yang klasik dan juga berbeda dengan pesantren modern dalam hal metode pengajaran maupun infrastrukturnya. Sementara pondok pesantren modern lebih berkembang dengan penambahan ilmu-ilmu umum yang dikaji selain ilmu – ilmu agama yang biasa dikaji dalam pondok pesantren salaf. Umumnya pondok pesantren modern lebih cakap dalam percakapan dalam bahasa asing. Jika dalam pondok pesantren salaf biasanya berkutat pada penggunaan bahasa Arab saat pengajarannya, maka pondok pesantren modern membiasakannya dalam keseharian.

Ditambah lagi bukan hanya bahasa Arab tetapi juga penambahan bahasa Inggris. Yang tentunya kita ketahui sebagai bahasa yang digunakan hampir di seluruh negara sebagai alat komunikasi yang universal dan menyeluruh. Di dalam pondok pesantren modern memiliki ekstrakurikuler yang mampu mengembangkan bakat dan minat santri. Beberapa pondok pesantren modern biasanya juga memiliki sarana olahraga yang cukup lengkap. Sehingga bukan hanya pembentukan untuk perkembangan rohani tetapi juga menumbuhkan kesehatan jasmani bagi para santri.

Dalam hal perkembangan ilmu dan pengetahuan, pondok pesantren modern juga dilengkapi dengan bermacam laboratorium. Yang dimaksudkan untuk mendukung pembelajaran umum santri yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Seperti laboratorium komputer agar santri tidak gagap teknologi setelah keluar dari pondok pesantren dan terjun langsung dalam masyarakat. Tentunya hal tersebut penting bagi seorang santri yang diharapkan mampu menjadi tonggak menuju kehidupan masyarakat yang lebih baik. Bermoral secara agama dan memiliki kemampuan yang mumpuni dalam menyelaraskan perkembangan jaman.

Hadirnya pendidikan pondok pesantren modern merupakan sebuah keniscayaan dari sebuah tantangan jaman yang semakin maju dari segi ilmu pengetahuan, teknologi, dan komunikasi. Pondok pesantren modern merupakan suatu adaptasi sebuah pondok pesantren terhadap ilmu-ilmu baru yang dipelajari, tetapi tidak terlepas dari pendidikan agama yang merupakan tujuan utama pendirian sebuah pondok pesantren. Mengenai kepemimpinan dari sebuah pondok pesantren modern tidak hanya bertumpu pada kyai saja tetapi juga bergeser dari karismatik menuju pola kepemimpinan rasionalistis. Tetapi tetap tidak akan meninggalkan budaya tawadhuk yang selama ini sudah merupakan ciri khas utama dalam pendidikan pondok pesantren. Ponpes Modern juga tidak terlepas dari beberapa hal yang telah disebutkan di atas.dbs

Apa itu Rais Aam PBNU? Simak Tugas dan Kewajibannya!

Apa itu Rais Aam PBNU? Simak Tugas dan Kewajibannya!

Jakarta,MS2 – KH Miftachul Akhyar resmi terpilih sebagai Rais Aam PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) periode 2021-2026. Simak tugas dan kewajiban Rais Aam PBNU. Rais Aam merupakan istilah yang disematkan untuk sebutan kepada pemimpin tertinggi di dalam jam’iyah NU. Sebutan Lengkapnya, yakni dengan panggilan Rais ‘Aam Syuriyah PBNU. Rais ‘Aam memiliki fungsi, wewenang, dan tugas dalam jam’iyah.

Menurut Ensiklopedia NU, Rais Aam berfungsi sebagai ketua Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA). Setiap keputusannya secara kolektif dalam syuriyah bersifat mengikat dan ditaati. Selain itu, kewenangan dan tugas Rais Aam PBNU juga telah diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama (ART) NU hasil Muktamar ke-33 NU Jombang pada 2015.

Rais Aam memiliki lima wewenang yang tertuang di dalam ART NU Bab XVIII Pasal 58 ayat 1. Berikut kewajiban dan tugas Rais Aam PBNU Sebagai pemimpin tertinggi jam’iyah NU. Kewajiban Rais Aam PBNU

  1. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan umum organisasi.
  2. Mewakili PBNU baik keluar maupun ke dalam yang menyangkut urusan keagamaan baik dalam bentuk konsultasi, koordinasi, maupun informasi.
  3. Bersama Ketua Umum mewakili PBNU dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan, tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang penguasaan atau pengelolaan dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan/atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai NU dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan.
  4. Bersama Ketua Umum menandatangani keputusan-keputusan strategis PBNU.
  5. Bersama ketua umum membatalkan keputusan perangkat organisasi yang bertentangan dengan AD dan ART NU.

Tugas Rais Aam PBNU

  1. Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan muktamar dan kebijakan umum PBNU.
  2. Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara pengurus besar syuriyah.
  3. Bersama Ketua Umum memimpin pelaksanaan muktamar, melakukan musyawarah nasional alim ulama, konferensi besar, rapat kerja, rapat pleno, rapat harian syuriyah dan tanfidziyah.
  4. Memimpin rapat harian syuriyah dan rapat pengurus lengkap syuriyah.nuo

 

https://kinganddukeatl.com

https://greenopportunities.org

https://www.bunzburgerz.com

https://www.depotbaltimore.com